Memikirkan Ayat-Ayat Al-Qur’an

Al-Qur'an adalah kitab terakhir yang Allah turunkan bagi semua manusia. Setiap orang yang hidup di bumi wajib mempelajari Al-Qur'an dan melaksanakan perintah-perintahnya. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mempelajari ataupun melaksanakan apa yang Allah perintahkan dalam Al-Qur'an kendatipun mereka menerimanya sebagai sebuah kitab yang diwahyukan. Ini adalah akibat dari belum memikirkan tentang Al-Qur'an tetapi sekedar mengetahui dari informasi yang didapat dari sana sini. Sebaliknya, bagi orang yang berpikir, Al-Qur'an memiliki kedudukan dan peranan yang sangat besar dalam kehidupannya.

Pertama-tama, orang yang "berpikir" ingin mengetahui tentang Pencipta yang telah menciptakan dirinya dan jagad raya di mana ia tinggal dari ketiadaan, yang telah memberinya kehidupan ketika dirinya belum berwujud, dan yang telah menganugerahkan kepadanya nikmat dan keindahan yang tak terhitung jumlahnya; dan ia pun mempelajari tentang bentuk-bentuk perbuatan yang diridhai Allah. Al-Qur'an, yang Allah wahyukan kepada Rasul-Nya, adalah petunjuk yang memberikan jawaban atas pertanyaan manusia di atas. Dengan alasan ini, manusia perlu mengetahui kitab Allah yang diturunkan untuknya sebagai petunjuk yang dengannya ia membedakan yang baik dari yang buruk, merenungkan setiap ayatnya dan melaksanakan apa yang Allah perintahkan dengan cara yang paling tepat dan diridhai.
Allah berfirman tentang tujuan diturunkannya Al-Qur'an untuk manusia:

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)

"Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun." (QS. Al-Muddatstsir, 74: 54-56)

Banyak orang membaca Al-Qur'an, namun yang penting adalah sebagaimana yang Allah nyatakan dalam ayat-Nya yakni merenungkan tiap ayat Al-Qur'an, mengambil pelajaran dari ayat tersebut dan memperbaiki perilaku seseorang sesuai dengan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Orang yang membaca ayat: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS. Alam Nasyrah, 94: 5-6), misalnya, akan merenungkan ayat ini: ia paham bahwa Allah menciptakan kemudahan disamping setiap kesulitan, karena itu yang ia harus lakukan ketika menemui sebuah kesulitan adalah percaya penuh kepada Allah dan menantikan kemudahan yang akan datang kemudian. Dengan janji Allah ini, ia melihat bahwa putus harapan atau menjadi panik di saat munculnya kesulitan adalah sebuah tanda dari lemahnya iman. Setelah membaca dan merenungkan ayat di atas, perilakunya selalu sejalan dengan ayat tersebut sepanjang hidupnya.
Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan beberapa pelajaran dari kehidupan para nabi dan rasul yang hidup di masa lampau agar manusia dapat melihat bagaimana perilaku, pembicaraan dan kehidupan manusia yang diridhai Allah, dan menjadikan mereka sebagai panutan. Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya bahwa manusia hendaknya memikirkan dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah para rasul tersebut:

"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS. Yuusuf, 12: 111)

"Dan juga pada Musa (terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah) ketika Kami mengutusnya kepada Fir'aun dengan membawa mu'jizat yang nyata." (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 38)

"Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia." (QS. Al-Ankabuut, 29: 15)

Dalam Al-Qur'an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa kuno, akhlaq serta bencana-bencana yang menimpa mereka. Adalah sebuah kesalahan yang besar untuk memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah dengan berbagai peristiwa yang menimpa mereka. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang lain, Allah mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita renungkan dan ambil pelajaran dari berbagai bencana yang menimpa bangsa-bangsa ini sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita:

"Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 51)

"Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh). Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kapal itu sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? Maka alangkah dahsyatnya adzab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" (QS. Al-Qamar, 54: 13-17)

Allah telah menurunkan Al-Qur'an untuk semua manusia sebagai petunjuk. Oleh karena itu, memikirkan setiap ayat Al-Qur'an dan menjalani hidup sesuai Al-Qur'an dengan mengambil pelajaran dan peringatan dari setiap ayatnya adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan keridhaan, kasih sayang dan surga Allah.

Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bagaimana seseorang berpikir tentang mimpi ?

Terdapat sejumlah pelajaran penting dalam fenomena mimpi bagi orang yang berpikir. Ia berpikir: betapa "sangat nyatanya" mimpi-mimpi yang dilihatnya ketika sedang tidur, tidak begitu berbeda dengan ketika ia sedang terjaga. Misalnya, kendatipun jasad sedang terbujur di tempat tidur, dalam mimpinya ia melakukan perjalanan bisnis, bertemu dengan orang-orang baru, makan siang sambil mendengarkan musik. Ia menikmati rasa makanannya, menari-nari mengikuti irama musik, merasa sangat gembira karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, menjadi bahagia dan tidak bahagia, takut, merasa lelah, bahkan mampu mengemudikan kendaran yang belum pernah dinaikinya atau bahkan belum tahu bagaimana mengendarainya hingga hari itu.
Kendatipun tubuh tertidur dengan tenang di pembaringan dengan kedua mata terpejam, ia melihat beragam pemandangan dari tempat di mana ia berada. Ini berarti bahwa apa yang melihat bukanlah matanya. Meskipun ruangan tempat ia tidur kosong, ia mendengar suara-suara. Ini berarti bahwa yang mendengar bukanlah telinganya. Segala sesuatu terjadi di dalam otaknya. Setiap kejadian tersebut sama sekali nyata seakan-akan setiap apa yang dilihat benar-benar nyata dan asli kendatipun tak satupun dari yang dilihatnya tersebut memiliki keaslian atau wujud di luar mimpinya. Lalu apakah yang menyebabkan pemandangan-pemandangan tersebut tampak sedemikian nyata di benak seseorang? Manusia tidak mampu membuatnya secara sadar dan sengaja ketika sedang tidur. Otak pun tidak akan mampu membuat sendiri gambar-gambar serupa. Otak adalah sebuah gumpalan yang terdiri atas molekul-molekul protein. Sangatlah tidak rasional untuk mengatakan bahwa substansi ini dengan sendirinya mampu membuat gambaran, bahkan menampilkan wajah-wajah manusia, tempat-tempat, suara yang belum pernah terdengar kecuali pada hari itu. Lalu siapakah yang memperlihatkan gambar-gambar atau pemandangan-pemandangan ini dalam mimpi ketika sedang tidur? Sekali lagi, seseorang yang merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini akan melihat kebenaran yang hakiki: Allah lah yang membuat manusia tidur, mengambil ruh mereka ketika mereka sedang tidur, mengembalikannya kepada mereka ketika bangun dan memperlihatkan mimpi-mimpi mereka dalam tidur.
Orang yang mengetahui bahwa Allah memperlihatkan mimpi juga akan merenungkan makna tersembunyi dan tujuan penciptaan mimpi tersebut. Ketika seseorang mendapatkan mimpi, ia yakin akan keberadaan orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang ia alami sebagaimana ketika ia sedang terjaga. Ia berpikir bahwa semua ini benar-benar nyata, bahwa kehidupan dalam mimpinya tidak akan berakhir dan akan berlangsung terus-menerus. Jika ada seseorang yang datang menghampirinya dan berkata,"Anda saat ini sedang bermimpi, bangunlah", maka ia tidak akan mempercayainya. Orang yang mengetahui tentang kenyataan tersebut akan berpikir: "Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa hidup di dunia pun sementara, sebagaimana mimpi belaka. Sebagaimana ketika terjaga dari sebuah mimpi, suatu hari saya juga akan terbangun dan terjaga dari kehidupan dunia dan melihat gambaran yang sama sekali berbeda, misalnya gambaran tentang akhirat….

Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bagaimana acara diskusi TV sampai pagi hari mendorong seseorang berpikir ?

Bagi seseorang yang terus-menerus berpikir mendalam tentang segala yang ia lihat di sekitarnya, acara-acara diskusi yang disiarkan melalui TV pun dapat dijadikan bahan renungan.
Acara-acara tersebut menampilkan tokoh-tokoh serta para ahli di bidang yang sedang menjadi topik hangat di hari itu. Mereka mendiskusikan sebuah topik selama berjam-jam, namun tak seorang pun di antara mereka mampu memberikan jalan keluar atau mencapai sebuah kesimpulan. Padahal mereka yang menghadiri acara diskusi tersebut adalah orang-orang yang dipercayai memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang ada.
Sungguh, jalan keluar dari sebagian besar permasalahan yang sedang didiskusikan tersebut sangatlah jelas. Namun kepentingan pribadi masing-masing orang, pengaruh dari golongan mereka, ambisi untuk menonjolkan diri pribadi dari pada mencari sebuah solusi secara ikhlas, membawa mereka pada jalan buntu.
Ketika menyaksikan ini semua, orang yang memiliki nalar akan berpikir bahwa sebenarnya penyebab dari persoalan yang ada terletak pada jauhnya masyarakat dari agama Allah. Orang yang beriman kepada Allah tidak pernah menunjukkan perilaku yang tidak bertanggung jawab, sia-sia ataupun acuh tak acuh. Ia sadar bahwa ada kebaikan di setiap peristiwa yang Allah perlihatkan kepadanya. Ia paham bahwa ia selalu berada dalam keadaan diuji di dunia ini yang mengharuskannya untuk menggunakan akal, kekuatan dan pengetahuannya dalam segala hal yang dapat membuat Allah ridha.
Di samping itu, seorang mukmin senantiasa ingat akan sebuah ayat Allah ketika melihat acara tersebut:

"… Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (QS. Al-Kahfi, 18: 54)

Dalam acara diskusi tersebut terlihat adanya perdebatan, atau bahkan, percekcokan antar para tokoh dan ahli yang tampil di TV. Juga ketidakmengertian mereka akan permasalahan yang dikemukakan kepada mereka, terobsesi dengan apa yang akan mereka katakan dan mencoba untuk paling dahulu mengatakannya, saling memotong pembicaraan, meninggikan suara dengan mudahnya, begitu cepat kehilangan kesabaran, saling melontarkan ejekan; adalah bukti yang penting untuk diperhatikan dalam mamahami aspek-aspek negatif dari orang-orang ini.
Di sebuah lingkungan dengan seratus persen orang-orang yang ikhlas dan jujur yang mempunyai rasa takut kepada Allah, tontonan yang memakan waktu lama dan tak ada hasilnya semacam ini tidak pernah terjadi. Karena tujuan mereka adalah mencari jalan keluar yang paling diridhai Allah, dan yang paling membawa manfaat bagi masyarakat, maka metode yang paling tepat sesuai dengan akal dan nalar akan mudah ditemukan dan dilaksanakan tanpa membuang-buang waktu. Karena setiap orang akan merasa puas dengan keputusan akhir maka percekcokan pun tidak akan terjadi.
Jika ada yang merasa keberatan berdasarkan dalih yang dapat diterima serta mengusulkan jalan keluar yang lebih baik, maka usulan ini yang akan langsung dipakai. Mereka yang takut kepada Allah tidak seperti kebanyakan orang, dan tidak menunjukkan sikap keras kepala dan arogan. Dengan mengingat apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an; "… Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui" (QS. Yuusuf, 12: 76), mereka mengambil pilihan yang paling tepat.
Kebalikannya, yakni diskusi yang berlangsung hingga pagi hari tanpa dihasilkannya suatu pemecahan masalah adalah contoh berharga yang dapat terjadi di sebuah lingkungan dimana akhlaq mulia yang diajarkan agama tidak dijalankan.

Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bagaimana sarang laba-laba mendorong seseorang untuk berpikir?

Banyak hal yang dapat dipikirkan oleh seseorang yang menghabiskan harinya dalam rumah. Ketika sedang membersihkan rumah, ia menjumpai seekor laba-laba yang merajut sarangnya di sebuah sudut rumah tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk memikirkan binatang yang seringkali tidak dihiraukan orang ini, ia akan mengerti bahwa pintu pengetahuan telah dibuka untuknya. Serangga kecil yang sedang disaksikannya adalah sebuah keajaiban. Sarang laba-laba tersebut memiliki bentuk simetri yang sempurna. Ia pun kagum terhadap seekor laba-laba yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam membuat sebuah disain sempurna yang sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia membuat sebuah pengamatan singkat hingga mendapatkan beberapa fakta lain: serat yang digunakan laba-laba ternyata 30% lebih fleksibel dari serat karet dengan ketebalan yang sama. Serat yang diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu yang demikian tinggi sehingga ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti peluru. Sungguh luar biasa, sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan manusia, ternyata terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri paling ideal di dunia.
Ketika menyaksikan disain yang sempurna pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia terus menerus berpikir hingga kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih banyak fakta-fakta yang menakjubkan. Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap saat dijumpainya namun belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat terganggu dan ingin sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut memiliki kebiasaan membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari tubuhnya sekalipun. Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu membersihkan tangan dan kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini membersihkan debu yang menempel pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan tangan dan kakinya secara menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang demikian sampai yakin akan kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan tubuh mereka dengan cara yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian sampai ke hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya Pencipta yang mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.
Ketika terbang, lalat mengepakkan sayapnya kurang lebih 500 kali setiap detik. Padahal tak satupun mesin buatan manusia yang mampu memiliki kecepatan yang luar biasa ini. Kalaulah ada, mesin itu akan hancur dan terbakar akibat gaya gesek. Namun sayap, otot ataupun persendian lalat ini tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat terbang ke arahmanapun tanpa terpengaruh oleh arah dan kecepatan angin. Dengan teknologi yang paling mutakhir sekalipun, manusia masih belum mampu membuat mesin yang memiliki spesifikasi dan teknik terbang yang luar biasa sebagaimana lalat. Begitulah, makhluk hidup yang cenderung diremehkan dan tidak terlalu mendapat perhatian manusia, dapat melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan manusia. Tidak diragukan lagi, tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat melakukan ini semua semata-mata karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki. Semua karakteristik istimewa dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan kepadanya
Segala sesuatu yang terlihat sepintas oleh manusia ternyata didalamnya terdapat kehidupan, baik yang terlihat ataupun tidak. Tak satu sentimeter persegi pun di bumi ini yang di dalamnya tidak terkandung kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan adalah makhluk yang mampu dilihat oleh manusia. Namun, masih ada makhluk-makhluk lain yang tidak terlihat oleh manusia akan tetapi manusia sadar akan keberadaannya. Misalnya rumah yang ia diami yang penuh dengan makhluk-makhluk mikroskopis yang disebut "tungau". Demikian pula halnya dengan udara yang ia hirup, di dalamnya mengandung virus yang tak terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya yang mengandung bakteri yang sangat banyak.
Seseorang yang merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi, akan mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Tiap makhluk yang ia lihat adalah tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan Allah, demikian pula halnya dengan keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam makhluk-makhluk mikroskopis tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak terlihat oleh mata telanjang memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara makan, sistim reproduksi dan pertahanan mereka semuanya diciptakan oleh Allah. Seseorang yang memikirkan secara mendalam tentang fenomena ini teringat ayat Allah:

"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Ankabuut, 29: 60)

Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Cambridge Learner's Dictionary - 2nd edition

Kamus Cambridge Learner's Dictionary - 2nd edition ini merupakan salah satu kamus yang sering digunakan oleh mahasiswa jurusan bahasa inggris maupun dosen-dosen di beberapa fakultas. hari ini saya mencoba untuk memposting kamus ini merupakan salah satu permintaan dari kawan saya Munazir namanya. Beliau saya anggap sedikit ceroboh, karena sebelumnya saya sudah memberikan software ini. tapi ya gtu lah..?! He..he
ok buat sahabat-sahabat yang merasa perlu kamus ini download aja ...

Download now (3 parts) from rapidshare:

Cambridge_Learner_s_Di...ition_ByZeus.part1.rar97 MBDownload
Cambridge_Learner_s_Di...ition_ByZeus.part2.rar97 MBDownload
Cambridge_Learner_s_Di...ition_ByZeus.part3.rar81 MBDownload
   ntar kok dah siap download nya jangan lupa di ekstrak ya ..
oy saya lupa ....sebelumnya file ini kan terbagi menjadi 3 part. Gabungkan dulu dengan menggunakan HJSplit Bisakan....he..he
buat yang masih belum terbiasa dengan software ini  baca tutorial ini ja ya..
Utk melakukan JOIN (menggabungkan file hasil dari pecahan HJ Split ^^ )
1. Double klik program HJSplit.exe (ga usah install)
2. Klik Join
3. Klik input file dan browse file yang hendak digabung (cukup file yg berekstensi .001 dan sisanya akan langsung diekstrak otomatis ^^ tapi yakinkan semua file .001 sampai .00X berada pada folder yang sama)
4. Klik output file bila ingin meletakkan hasil gabungannya di folder lain (tidak wajib di klik)
5. Tekan start Very Happy
6. setelah join complete Very Happy close deh Very Happy gampang kan? ^^



biasanya uploader hanya me rename file hasil HJ split menjadi .rar. 
ada ngak softwarenya , kok belum ada download ja disini  
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KEAJAIBAN AIR

Dr. Masaru Emoto yang mempublikasikan karyanya yang cukup terkenal : The True Power of Water.
Menurut Emoto, air bisa “mendengar” kata2, “membaca” tulisan, dan “mengerti” pesan dan serta merekam pesan spt pita magnetik atau compact disk.Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dlm pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yg lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekedar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit.
Penemuan oleh Dr. Masaru Emoto sungguh sangat menakjubkan. Beliau membuktikan bahwa susunan molekul molekul air boleh merubah mengikuti apa yang di ucapkan keatas air tersebut.sumber air diambil dari laut, sungai, empang, perigi dan sebagainya. Ada berbagai bentuk dan rupa yang cantuk bercahaya seolah-olah seperti berlian dan ada juga dengan bentuk yang jelek, mengerikan “serupa dengan jin bertelinga besar, bertanduk dst.”
Suatu ketika bila ditunjukkan “rupa air yang cantik dan bercahaya” molekul molekul tersusun secara apik, seperti berlian bersegi segi, bersinar, berwarna warni melebihi 12 warna.
Ketika dibacakan doa untuk kesembuhan didepan sebotol air maka terekam kristal :

Ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan.(air zam-zam)





Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal akan hancur (air dari jepang)


Ketika dibacakan surah Al-Fatihah, Solawat dan Ayat Kursi. (air dari jepang)



Banyak hadit dan ayat Al-Quran, yang menceritakan fenomena ini. Air juga makluk Allah yang bernyawa dan dengan ijin Allah ia mampu menyembuhkan atau memudaratkan seseorang karena dalam islam ada kaedah kaedah tertentu yang mengunakan air untuk berikhtiar mengobati penyakit. Salah satunya dengan doa seperti yang pernah di amalkan Rosulullah, dan di ikuti ulama ulama islam lainnya.
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir?

Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir. Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mencegah seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran. Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari faktor-faktor yang menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut, dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang yang terbiasa berpikir dangkal:

"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)

Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang

Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah benar. Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak membiarkan satu orang pun berbicara mengenai masalah ini untuk mengingatkan tentang kematian. Seseorang yang berada dalam lingkungan yang demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak ada salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali. Sebaliknya, jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang takut kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir, sangat mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ketidakadilan, ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pencurian, penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan orang yang membutuhkan bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi banyak dari mereka yang membaca berita-berita tersebut, membolak-balik halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya. Pada umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa yang sedemikian mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan seenaknya mereka melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?"

Kemalasan mental

Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih" dengan kata lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah diajarkan ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan berusaha menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya guna. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual…..dan orang-orang dari latar belakang apapun mempunyai cara bicara yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat, paling baik dan paling menguntungkan dengan berpikir. Mereka sekedar meniru dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemalasan dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah, seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana yang telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota berusaha mencari jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam banyak hal, ia tidak dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan tidak mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak masalah yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan, akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penyebab kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir tentang tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:

"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Perbandingan kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran (daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)

"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl, 16: 17)

Anggapan bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik


Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama lain dengan mengatakan "jangan terlalu banyak berpikir, anda akan kehilangan akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seharusnya dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan keburukan; atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat, akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir, misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan. Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhirat. Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah. Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih kehidupan yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati keberkahan dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia dengan tidak sempurna dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak kenikmatan untuk manusia, maka sudah pasti kehidupan surga amat tak terbayangkan lagi keindahannya. Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang hakiki di akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara mendalam.

Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan
apa yang diperoleh dari berpikir


Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain. Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara tidak berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan jika seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir, maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya untuk meloloskan diri.

"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)

Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan
sehari-hari


Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam "ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir. Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya sekedar menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas atau membeli rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua dalam hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih sayang dan surga Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan tersebut hanyalah berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu manusia dalam meraih tujuan yang sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang didengung-dengungkan syaitan kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan sarana tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang bermanfaat untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepada Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika seseorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar dihormati oleh masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya, yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan realitas yang sebenarnya di akhirat, ia merasa sangat menyesal karena telah melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:

"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9: 69).

Melihat segala sesuatu dengan "penglihatan yang
biasa", sekedar melihat tanpa perenungan


Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia mungkin menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendorong mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh apa yang sedang mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian lama, mereka mulai terbiasa dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi sesuatu yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh terhadap dirinya ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama kali satu di antara para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka termenung lama. Padahal beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana, berbicara, menikmati hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup serta melihat dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan, menikmati sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika pertama kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk diautopsi, mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak seorang pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di benak mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk semua manusia adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa, yakni mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan mendapati beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada akhirnya menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanyakan manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai contoh, ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai kehidupan yang serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang ia miliki adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan yang indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya, menghangatkan rumahnya di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi dari satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan dengan keadaan yang sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan bahagia. Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki kesemua ini sejak lahir mungkin tak pernah terlalu memikirkan tentang nilai dari semua kenikmatan tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala kenikmatan ini tidak mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil semua kenikmatan yang ada darinya. Sebagai contoh, orang-orang mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan, mereka akan berdoa:

"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:"Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43: 13-14)

Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman memasuki kebun-kebun atau taman-taman mereka, mereka mengingat Allah seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman mereka, muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan memelihara taman ini. Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin takjub ketika pertama kali melihat sebuah taman yang indah, tetapi kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang biasa-biasa saja baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah sirna. Sebagian orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang seharusnya sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat merasakan kenikmatan dari keindahan taman tersebut.

Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir


Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran tidak menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia mempunyai kebebasan terhadap dirinya sendiri, dan ia akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri di hadapan Allah. Mesti senantiasa diingat bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir, bernalar ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya. Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa saya sendirian yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan menjalani ujian tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya termasuk dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bukanlah alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an, Allah memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam kelalaian dan tidak beriman:

"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya." (QS. Yuusuf, 12: 103)

"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS. Ar-Ra’d, 13: 1)

"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)

"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Furqaan, 25: 50)

Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang tersesat akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:

"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)

Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala sesuatu yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian secara ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil pelajaran dan peringatan dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan kami adalah untuk memberikan petunjuk tentang masalah ini kepada para pembaca agar mereka mampu menjalani sisa hidupnya sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang mereka pikirkan".
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Khayalan yang tidak bermanfaat

Ketidakmampuan dalam mengendalikan pikiran ke arah yang baik akan mengakibatkan seseorang seringkali merasa khawatir atau mengalami peristiwa-peristiwa yang sebenarnya belum terjadi seolah-olah telah terjadi dalam benaknya, dan terseret dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketakutan.
Misalnya, orang tua yang mempunyai anak yang tengah belajar untuk menghadapi ujian kadangkala membuat sebuah skenario sebelum ujian tersebut berlangsung dalam benaknya: "Apa yang akan terjadi jika anaknya tidak lulus ujian? Jika anak laki-lakinya tidak memperoleh pekerjaan yang layak di masa depan, mendapatkan penghasilan yang cukup, maka ia tidak dapat menikah. Kalaulah ia menikah, bagaimana ia dapat membiayai pernikahannya? Jika ia tidak lulus ujian, semua uang yang dikeluarkan untuk persiapan ujian tersebut akan terbuang percuma. Tambahan lagi, ia akan terhina di mata orang-orang. Apalagi jika anak laki-laki teman dekatnya ternyata lulus sedang anaknya sendiri gagal…"
Khayalan-khayalan tersebut terus berkembang, padahal anaknya belum melaksanakan ujian. Seseorang yang jauh dari agama akan mudah terbawa oleh khayalan sia-sia yang serupa sepanjang hidupnya. Hal ini tentu ada sebabnya. Al-Qur'an menyebutkan bahwa yang menyebabkan manusia terbelenggu oleh khayalan atau angan-angan kosong adalah dikarenakan mereka membiarkan telinga mereka dibisiki oleh syaitan:

"Dan aku (syaitan) benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka ..." (QS. An-Nisaa’, 4: 119)

Sebagaimana termaktub dalam ayat di atas, mereka yang terbawa oleh khayalan kosong, akan melupakan Allah, tidak berpikir, dan senantiasa menerima bisikan-bisikan syaitan. Dengan kata lain, jika seseorang yang tertipu oleh kehidupan dunia tidak menggunakan kekuatan tekad mereka, tidak bertindak secara sadar dan berusaha meninggalkan kondisi yang demikian, ia akan berada dalam kendali syaitan secara penuh. Satu diantara pekerjaan syaitan yang patut diketahui adalah senantiasa menimbulkan keragu-raguan dan khayalan-khayalan kosong dalam diri manusia. Oleh karena itu, segala khayalan, perasaan putus asa dan kekhawatiran seperti: "apa yang akan saya perbuat jika akan terjadi yang demikian" terbentuk dalam benak seseorang akibat bisikan-bisikan syaitan.
Allah telah memberikan jalan keluar dari keadaan yang buruk ini. Dalam Al-Qur'an, ketika niatan-niatan jahat syaitan melingkupi manusia, mereka dianjurkan untuk minta perlindungan kepada Allah dan mengingat-Nya:

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan)" (QS. Al-A’raaf, 7: 201-202)

Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang berpikir akan dapat mengetahui mana yang benar, sebaliknya mereka yang tidak berpikir akan menuju ke arah mana saja syaitan menyeret mereka.
Yang terpenting adalah mengetahui bahwa khayalan-khayalan semacam ini tidak akan mendatangkan manfaat kepada manusia. Bahkan sebaliknya, menghambat mereka dari memikirkan tentang kebenaran, hal-hal yang penting; dan mencegah kebersihan akal dari segala hal yang sia-sia. Manusia mampu berpikir secara benar jika akalnya telah bebas dari pikiran yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Dengan demikian, mereka "menghindarkan diri dari apapun yang tidak bermanfaat" sebagaiman Allah perintahkan dalam Al-Qur'an.
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tentang Apakah Manusia Biasanya Berpikir?

Dalam Artikel terdahulu telah disebutkan bahwa kebanyakan manusia tidak berpikir sebagaimana seharusnya mereka berpikir dan tidak mengembangkan sarana dan potensi berpikir mereka. Namun ada satu hal lagi yang penting untuk dijelaskan di sini. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal-hal tertentu selalu terlintas dalam benak manusia setiap saat sepanjang hidupnya. Hampir tidak ada masa, kecuali ketika tidur, dimana pikiran manusia benar-benar kosong. Sayangnya, sebagian besar dari pikiran-pikiran ini tidak berguna, "sia-sia" dan "tidak perlu", sehingga tidak akan bermanfaat di akherat kelak, tidak menuntun ke arah yang benar dan tidak mendatangkan kebaikan kepadanya.
Andaikata seseorang berusaha untuk mengingat apa-apa yang telah dipikirkannya pada suatu hari, lalu mencatat dan memeriksanya dengan seksama di penghujung hari tersebut, ia akan melihat betapa sia-sianya kebanyakan dari apa yang telah ia pikirkan. Andaikata ia menemukan sebagian dari padanya bermanfaat, maka boleh jadi ia tertipu. Sebab secara keseluruhan, pikiran-pikiran yang menurutnya benar adakalanya ternyata tidak akan mendatangkan keuntungan sedikitpun di akhirat.
Seperti halnya membuang waktu dengan melakukan pekerjaan yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari, manusia adakalanya pula menghabiskan waktunya secara sia-sia dengan terbawa oleh pikiran-pikiran yang tidak bermanfaat. Dalam ayat: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman…yaitu…(dan) orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mukminun, 23 :1&3) Allah mengajak manusia agar bersungguh-sungguh dalam masalah ini. Sudah pasti bahwa perintah Allah di ayat tersebut juga berlaku dalam hal berpikir. Sebab pikiran-pikiran yang tidak terkendali akan terus-menerus mengalir dalam benak seseorang. Seseorang dengan sadar mengalihkan pikirannya dari satu hal ke hal lain. Ketika sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, seseorang memikirkan rencana untuk berbelanja. Mendadak kemudian ia berpikir tentang hal lain, yakni apa-apa yang pernah dikatakan temannya satu atau dua tahun yang lalu. Pikiran yang tidak terkontrol dan tidak berguna ini dapat berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Padahal, yang kuasa mengontrol pikiran-pikiran tersebut adalah dirinya sendiri. Setiap orang memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan dirinya; meningkatkan keimanan, kemampuan berpikir, perilaku; serta memperbaiki keadaan sekelilingnya.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang pada umumnya cenderung dipikirkan oleh mereka yang berada dalam kelalaian. Alasan mengapa masalah tersebut dijelaskan secara panjang lebar adalah agar orang-orang yang lalai, dan yang membaca buku ini, segera menyadari bahwa ketika di kemudian hari peristiwa yang sebagaimana disebutkan di buku ini terlintas dalam benak mereka ketika dalam perjalanan ke tempat kerja atau ke sekolah; atau ketika sedang melakukan pekerjaan yang rutin, mereka tidak lagi berpikir tentang hal-hal yang sia-sia. Sebaliknya mereka akan mampu mengendalikan pikiran-pikiran mereka dan berpikir segala sesuatu yang benar-benar berguna bagi diri mereka.
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah

Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalam melakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan di akhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atau peringatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disini bahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :

"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13).
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Seseorang Dapat Berpikir Kapanpun dan Dimanapun

Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer, menghadiri pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang makan siang.
Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil, seseorang melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan, lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat berbeda satu sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa:
Allah telah menciptakan bilyunan manusia selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah.
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernah berakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dari apa yang ia pikirkan.
Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Aali ‘Imraan, 3: 190-191).

Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah.
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berpikir dapat membebaskan seseorang daribelenggu sihir

Dalam Alquran Allah bertanya kepada manusia, "…maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur, berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini.
Pengaruh sihir yang bersifat kolektif tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut:
Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita!
Setiap orang mengetahui bahwa di bawah permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas, tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas tidak juga memikirkannya.
Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita berbicara lebih jauh dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian menabraknya.
Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk, sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini, memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya.
Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan, atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia. Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya.
Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil, rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak berpikir tentang kematian.
Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan memulai sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu mereka akibat tidak berpikir dan merenung.
Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam Al-Qur'an :

"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22)

Dalam ayat di atas penglihatan seseorang menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat.
Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya, sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari apapun yang Allah ciptakan setiap saat.
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Berpikir Secara Mendalam

Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 205)

"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)

Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:

Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu’minuun, 23: 84-90)
Read More..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS